Kamis, Mei 1, 2025
Google search engine
BerandaOpiniPreman Agama, Doktrin Dan Kekerasan

Preman Agama, Doktrin Dan Kekerasan

Oleh: Kyai M. Hamdan Suhaemi

Saya akan coba elaborasi dengan anggapan Gotthold Lessing tentang persepsi manusia atas agama, dalam bukunya (Die Erziehung des Menschengeschlechts, p: 85) ia mengatakan “berdasarkan dorongan semangat pencerahan kelak akan tiba suatu zaman ketika kebenaran-kebenaran wahyu dalam kitab suci akan digantikan oleh kebenaran-kebenaran berdasarkan akal budi”, lebih lanjut ia ingin tekankan bahwa akan ada otonomi manusia dalam berfikir dan menentukan tindakannya sesuai dengan prinsip-prinsip yang diyakini sebagai sesuatu yang baik, benar dan tahan uji.

Anggapan diatas apakah ada korelasi dengan apa yang tengah dibahas? saya kira anggapan tersebut menjadi pembuka untuk kita memahami gejala keagamaan kini. Meski anggapan Lessing di seputar abad 18. Tapi justeru kita temukan benang merah dari sikap fundamentalisme agama bagai saudara-saudara kita yang muslim (khusus kelompok Wahabi) dalam hal klaim kebenaran milik sendiri berdasarkan otonominya sebagaimana manusia agama.

Tapi, saya meragukan jika fundamentalisme yang memperaktikan kekerasan dan pemaksaan konsep negara agama itu berdasarkan perspektif G.E. Lessing terkait otonomi manusia itu. Sebab yang saya pahami itu tidak berarti otonomi manusia atas sikap agama lantas bersikap keras dan pemaksaan.

Entah benar ataukah salah, saya memahami bahwa sikap keras dan memaksa tegaknya formalitas agama (syariat) pada negara bukanlah tumbuh dari akarnya sebagai manusia yang menginginkan beragama secara hanif dan membahagiakan. Tapi justru ingin menarik pesan Tuhan bahwa beragama harus dengan iman, hingga sampai ihsan untuk kemudian kita bersikap muhsin, satu maqom yang perlu kita lalui. Tentu kita paham bahwa sikap seorang yang beriman sangat jauh dari kekerasan dan pemaksaan.

Epikuros (filsuf Yunani kuno) telah mengingatkan kita sebagai manusia yang saling menghargai manusia, ia bilang “akal budi adalah kemampuan untuk melihat dan mengerti, orang yang dengan akal budinya akan dikuasai oleh pengertian yang tepat”. Ini dimaksud bahwa dengan akal budi maka ada arah menuju kebenaran, baik berfikir maupun bersikap.

Fenomena kekerasan dan pemaksaan beragama yang eksklusif inilah yang kemudian dipahami sebagai ekstrimisme beragama atau bahasa keseharian kita preman-preman agama. Kita pun bisa menganalisanya bahwa kekerasan dan pemaksaan ajaran agamanya kepada orang lain, dan yang berbeda paham adalah sesat dan dikafirkan. Itu artinya beragama tanpa didasari keimanan.

Saya sangat sepakat bahwa kita umat beragama wajib saling hormat menghormati, sebab kita masih manusia dan di agamalah kemanusiaan dijunjung setinggi-tingginya.

الدين هو وضع الهي ساءق لذوى عقول السالمة الى ما هو خير لهم في دنياهم و واخيرتهم

Ciujung, 6-12-2021
Wakil Ketua PW Ansor Banten
Ketua PW Rijalul Ansor Banten

BERITA TERKAIT

TULIS KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -
Google search engine

POPULER

komentar